Widget HTML Atas

Lentera Salatiga Kota Merah

Lentera Salatiga Kota Merah




Sinopsis Lentera Salatiga Kota Merah

Kami bukan generasi mbah. Itu yang harus dipahami. Kami hidup pada zaman dimana tirani telah tumbang, dan ketika kami menulis, tentara (mungkin) tidak menculik kami. 

Kami hidup digerogoti hedonisme dan perilaku konsumtif. Kami hidup dalam buta sejarah.

Pada suatu ketika, saya mewawancarai seorang mbah berumur seratus tahun. Ketika saya bertanya mengenai Belanda, dia bercerita panjang lebar. 

Kemudian saya bertanya mengenai Jepang, dia juga bercerita panjang lebar. Namun, ketika saya bertanya mengenai G30S, dia menjawab “tapi saya tidak diciduk kan?”.

Kasihan. Kami sadar bahwa peristiwa 50 tahun yang lalu, berdampak secara fisik dan psikis terhadap orang-orang yang hidup pada zaman tersebut. 

Mereka hidup di zaman ketika tuduhan komunis terlontar, maka tertuduh akan hilang. Mereka hidup dalam ketakutan, bahkan ketika tirani telah tumbang, mereka masih takut.

Kami tidak bermaksud untuk membuka luka lama. Tidak bermaksud pula mencari sensasi. Karena kami percaya bahwa apa yang kami lakukan adalah benar. 

Kami berusaha untuk mencari fakta tentang peristiwa yang selama ini buram bagi generasi kami. Saat memulai investigasi, sebagian awak redaksi harus memulainya dari gelap. 

Namun setelah fakta berhasil kami himpun, secercah terang perlahan datang.

Kami tidak ingin seperti mbah kami. Kesadaran bahwa buta sejarah menggerogoti generasi kami membuat kami untuk bergerak. Ini saatnya kami mencari tahu.

Walau demikian, tidak semua awak redaksi bersedia melakukan liputan. Tidak masalah, mereka punya hak untuk itu. Akhirnya Lentera berjalan dengan sebagian awak redaksi saja.

Kami mencari informasi melalui literatur-literatur, melakukan observasi lapangan, dan mewawancarai para pelaku sejarah. 

Kebanyakan narasumber menolak diwawancarai. Sebagian takut, sebagian lagi memang enggan. Ada narasumber kami yang bercerita dengan mata berkaca-kaca.

Beberapa pihak mewanti-wanti kami agar berhatihati. Terima kasih. Tetapi kami berharap bahwa gaung kebebasan pers dapat melindungi kami, dan mbah-mbah mendukung perjuangan kami.

Kami harap, Lentera dapat hadir seperti layaknya sebuah “lentera”, membawa terang. Karena itulah fungsi kami sebagai pers mahasiswa. 

Kami membutuhkan saran dan masukannya, agar laporan kami dapat menjadi suatu kebenaran.

Dan terakhir, kami hanya membawa fakta, anda yang harus menyimpulkan.