Widget HTML Atas

Cinta Kala Perang Karya Marsadi Sambo




NOVEL ini  menceritakan kehidup-an seorang gadis bernama Cut Tari akrab disapa Tari. Ayahnya  tewas ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) ketika perang masih terjadi di Aceh. 

Sejak saat itu, Tari dibesarkan oleh ibunya. Dilarang berhubungan atau berkomunikasi dengan militer (aparat penjaga keamanan negara). 

Bahkan, dia mengharamkan anaknya mencintai tentara. Ibu ringkih ini menghadap Tuhan dengan satu pesan, bahwa Tari harus berdamai dengan keadaan. Tak menaruh dendam pada pembunuh ayahnya.

Setelah ibunya tiada, Tari membulatkan tekad untuk kuliah. Bekerja sambil kuliah pilihan yang tepat untuk menutupi biaya hidup. 

Dara ini pun melakoni babak baru kehidupan, menjadi mahasiswi di perguruan tinggi negeri. Beruntung Tari diterima bekerja pada lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi kasus-kasus kekerasan yang dialami masyarakat sipil.

Di sinilah Tari bertemu seorang militer (Taufan). Awalnya tak ada desiran aneh di hatinya. 

Namun, lama-kelamaan cinta itu tumbuh. Percintaan tak biasa. Karena berlangsung saat perang  menyalak. Nyawa hilang dari raga saban waktu. 

Cinta memang tak mengenal usia, waktu, dan lokasi kejadian. Di daerah perang, cinta tumbuh di jiwa. Sayangnya, cinta ini tak kesampaian karena Taufan harus segera meninggalkan medan perang.  

Kembali ke satuannya di pulau seberang. Meski begitu, cinta kedua hamba Tuhan itu terus melekat. Mereka kembali bertemu di saat Taufan sudah memiliki istri dan seorang anak. Lalu, bagaimanakah nasib Tari?

Novel ini mengambil sisi lain konflik Aceh terjadi lebih dari 35 tahun. Konflik sebenarnya antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia yang telah sepakat berdamai tahun  2005 lalu. 

Dalam novel ini kata militer dalam arti sebenarnya disamarkan menjadi pasukan penjaga keamanan  negara. Tujuannya untuk menghindari sebutan nama lembaga tertentu pada kisah fiksi. 

Novel ini berisi pesan moral, bahwa cinta bisa tumbuh di mana saja. Bahwa perjuangan menamatkan kuliah saat perang menyalak butuh perjuangan panjang. 

Meski, pada situasi tak menentu dan nyawa tak berharga, perjuangan cinta dari mahasiswi miskin terus menyala. Ya, nyala cinta dalam jiwa.